Jumat, 07 Oktober 2011

MANAJEMEN KEBUTUHAN TRANSPORTASI (TRANSPORT DEMAND MANAJEMENT) SEBAGAI KEBIJAKAN SISTEM PELAYANAN TRANSPORTASI KOTA Oleh Wahyu Maulana Mustafa 45 09 042 011 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS “45” MAKASSAR 2011


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Perkembangan suatu kota sangat dipengaruhi oleh perkembangan system transportasi di kota tersebut. Suatu sistem haruslah berjalan baik sepanjang waktu. Makin meningkatnya kegiatan penduduk suatu daerah, maka makin menungkat pula pergerakan manusia, barang dan jasa sehingga kebutuhan akan jasa transportasi akan meningkat pula. Karena itu pemenuhan kebutuhan transportasi perlu terus ditingkatkan untuk menunjang pergerakan manusia, barang maupun jasa.
Suatu kota yang berpenduduk dalam jumlah besar dan mempunyai kegiatan perkotaan yang luas memerlukan pelayanan transportasi berkapasitas tinggi dan ditata secara terpadu. Oleh karena itu pada dasarnya transportasi merupakan Devired Demand artinya permintaan akan jasa transportasi timbul dari kebutuhan sector-sektor lain.
Kota yang baik dapat ditandai antara lain dengan melihat kondisi transportasinya. Sektor transportasi harus mampu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat dalam segala kegiatannya di semua lokasi yang berbeda dan tersebar dengan karakteristik fisik yang berbeda pula. Dengan kata lain, setiap wilayah kota harus dapat dijangkau oleh system pelayanan angkutan umum yang ada, untuk itu kebutuhan transportasi harus seimbang dengan penyediaan prasarana dan didukung oleh sistem jaringan jalan dengan tingkat pelayanan yang memadai.
          Lalu lintas dan jaringan jalan memiliki peranan yang sangat penting sehingga penyelenggaraannya dan pembinaannya dikuasai oleh Negara dan swasta dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan jaringan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib,teratur, nyaman dan efisien. Disamping itu untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penggunaan dan pemanfaatan jalan, diperlukan pula adanya ketentuan-ketentuan bagi pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan.
Kota sebagai simul jasa distribusi, memiliki peranan yang penting dalam memacu perkembangan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi yang cepat akan mengakibatkan perubahan aktifitas kota yang berdampak pada struktur dan karakteristik serta pola penggunaan lahan koa kemidian diikuti oleh pengembangan kota.
             Hal tersebut diatas juga memberikan dampak negative terhadap keberlangsungan dan masa depan transportasi perkotaan. Secara spontanitas kondisi-kondisi negative ini akan memberikan implikasi terhadap kemacetan transportasi dan membawa kerugaian kota disegala aspek.
B. Tujuan dan Sasarana.
a.Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini
selain untuk memenuhi persyaratan perkuliahan adalah untuk mencari dan mengetahui kebijakan terhadap system pelayanan transportasi khususnya dalam hal manajemen transportasi pada jalan raya didapat mengatasi permasalahan-permasalahan transportasi perkotaan.
b. Sasaran
Sasaran dari diadakannya penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan kebijakan dalam peningkatan kualitas dari pelayanan lalu lintas di wilayah studi.




C. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat dicapai dari makalah ini antara lain:
·         Meminimalisir semakin tingginya kerugian yang diakibatkan oleh  salah satu masalah transportasi yaitu kemacetan.
·         System pelayanan transportasi yang makin efektif dan efisien serta tersistematis karena adanya kebijakan yang sistematis pula.
·         Kepedulian masyarakat terutama pengguna jalan akan kemajuan kota Makassar kedepanya.
D. Sistematika Pebahasan
Sistematika penulisan dari laporan ini yang dipakai merupakan susunan, kerangka permasalahan teoritis dan penelaan dibagi dalam bentuk bab per bab, sehingga analisis dan pembahasannya terarah pada permasalahan sebagaimana dikemukakan pada rumusan masalah.
Untuk memperoleh gambaran umum, secara ringkas keseluruhan materi yang dibahas dalam laporan ini diuraikan dalam komposisi bab sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan
Merupakan bab yang memberikan gambaran umum meliputi: Latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian yang menyangkut transportasi dan manajemen transportasi jalan raya.
Bab III : Pembahasan
Bab ini merupakan bab yang membahas akan strategi permasalahan serta keputusan yang diambil sebagai sebuah kebijakan dalam memecahkan permasalahan transportasi.
Bab IV: Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan masalah dan saran-saran yang diberikan untuk peningkatan kualitas lalu lintas di wilayah studi.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a.    Kebijakan Dan Teori Sistem Pelayanan Transportasi Perkotaan
1. Pengertian Transportasi
Menurut Setijowarno dan Frazilla (2001) transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan sesuatu (orang dan atau barang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana (kendaraan, pipa, dan lain-lain).  UU RI Nomor 14 Tahun 1992 mendefinisikan transportasi sebagai memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Selanjutnya yang dimaksud kendaraan dalam UU RI Nomor 14 Tahun 1992 adalah suatu alat yang bergerak di jalan, baik kendaraan bermotor atau tidak bermotor.(Handayani, R. 2006).
Unsur-unsur dasar transportasi ada lima, yaitu:
a) Manusia, yang membutuhkan transportasi
b) Barang, yang diperlukan manusia
c) Kendaraan, sebagai sarana transportasi
d) Jalan, sebagai prasarana transportasi dan
e) Organisasi.
Transportasi merupakan bagian integral dari suatu fungsi masyarakat. Ia menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif, dan selingan serta barang-barang dan pelayanan yang tersedia untuk dikonsumsi. (Morlok:33)
Perbedaan sifat jasa, operasi, dan biaya pengangkutan membedakan alat angkutan atau moda angkutan dalam lima kelompok sebagai berikut: angkutan kereta api, (rail road railway), angkutan bermotor dan jalan raya (motor/road/highway transportation), angkutan laut (water/sea transportation), angkutan udara (air transportation), dan angkutan pipa (pipeline). (Nur Nasution:26).
2. Transportasi Jalan Raya
System lalu lintas jalan pada dasarnya terdiri dari sub-sub system yang antara lain adalah pemakai jalan (pengemudi dan pejalan kaki), sarana angkutan (kendaraan), prasarana jalan dan lingkungan, di mana dalam gerak dinamikanya interaksi dan kombinasi daripada sub-sub system tersebut akan menghasilkan karakteristik daripada pergerakan lalu lintas barang dan penumpang.  System lalu lintas jalan merupakan suatu interaksi antara prasarana (jalan), sarana (kendaraan), dan manusia yang dikendalikan oleh hukum (Undang-Undang dan peraturan-peraturan).
(Badan Pendidikan dan Latihan Perhubungan Pusat Pendidikan dan Latihan Perhubungan Darat, 1997:1-2)
3. Prasarana Jalan
Menurut Siregar (1981) jalan raya adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan palengkap dan pelengkapnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan, orang dan hewan, sehingga pengertian jalan tidak hanya terbatas pada jalan konvensional (tanah), akan tetapi termasuk juga jalan yang melintasi sungai besar/danau/laut, di bawah permukaan tanah dan air (terowongan) dan di atas permukaan tanah (jalan laying). Bagian pelengkap jalan adalah bangunan yang tidak dapat dipisahkan dari jalan, seperti jembatan, pontoon, tempat parker, sedangkan perlengakapan jalan adalah rambu-rambu lalu lintas, tanda-tanda jalan, pagar pengaman lalu lintas, dan lain-lain. (Handayani, R. 2006)
Jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, social, budaya, dan pertahanan keamanan serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di samping itu, jalan mempunyai peranan untuk mendorong pengembangan semua Satuan Wilayah Pengembangan dalam usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah yang semakin merata. Oleh karena itu, jalan merupakan suatu kesatuan system jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hirarki.
a. Jaringan Jalan
Jaringan merupakan suatu konsep matematik yang digunakan untuk menggambarkan prasarana jalan. Jaringan jalan mempunyai dua elemen, yaitu ruas jalan (link) dan simpul (node). Dalam jaringan jaan biasanya diadakan pembedaan antara berbagai kelas/klasifikasi jalan.
·         Kelas Jaringan Berdasarkan Wewenang Pembinaannya
Berdasarkan wewenang pembinaan jalan, kelas jaringna jalan dapat dibedakan ke dalam 6 kelas jalan, yaitu:
¾    Jalan Nasional adalah jalan umum yang wewenang pambinaannya dilakukan oleh Menteri.
¾    Jalan Provinsi adalah jalan umum yang wewenang pembinaannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I dengan memperhatikan pendapat Menteri.
¾    Jalan Kabupaten adalah jalan umum yang wewenang pembinaannya dilakukan oleh Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usus Pemerintah Daerah Tingkat II bersangkutan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
¾    Jalan Kota Madya adalah jalan umum yang wewenang pembinaanya dilakukan oleh Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atas usus Pemerintah Daerah Kota Madya bersangkutan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
¾    Jalan Desa adalah jalan umum yang wewenang pembinaannya dilakukan oleh keputusan Pemerintah Daerah Tingkat II bersangkutan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
¾    Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun/dipelihara oleh instansi/perorangan dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
·          Kelas Jaringan Jalan Berdasarkan Peranan/Fungsinya.
Menurut peran dan fungsinya serta persyaratan jalan, jalan terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a.    Jalan arteri
Adalah jalan melayani angkutan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
¾    Jalan arteri primer, menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
·         Kecepatan rencana > 60 km/jam
·         Lebar badan jalan minimal 8 meter.
·         Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
·         Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal.
·         Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai.
·         Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
·         Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

¾    Jalan arteri sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan sekunder kesatu atau kawasan kesatu dengan kawsan sekunder kedua.
·         Kecepatan rencana > 30 km/jam.
·         Lebar badan jalan minimal 8 meter.
·         Kapasitas jalan sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
·         Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat.
·         Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan kapasitas jalan.
b.    Jalan kolektor
Adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
¾    Jalan kolektor primer, menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
·         Kecepatan rencana > 40 km/jam.
·         Lebar badan jalan minimal 7 meter.
·         Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata.
·         Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
·         Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki kota.
¾    Jalan kolektor sekunder, menghubungkan kawasan sekunder dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
§  Kecepatan rencana minimal 20 km/jam.
§  Lebar jalan minimal 7 meter.

c.    Jalan lokal
Adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
·         Jalan lokal primer, menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota di bawah kota jenjang ketiga sampai persil.
¾    Kecepatan rencana > 20 km/jam.
¾    Lebar badan jalan minimal 6 meter.
¾    Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa.
·         Jalan lokal sekunder, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan atau kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan.
¾    Kecepatan rencana > 10 km/jam.
¾    Lebar badan jalan minimal 5 meter.
¾    Lebar badan jalan tidak diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih, minimal 3,5 meter.
¾    Persyaratan teknik tidak diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih
(Badan Pendidikan dan Latihan Perhubungan Pusat Pendidikan dan Latihan Perhubungan Darat, 1997:3-6 – 3-11)
b. Sarana/Moda
·         Klasifikasi Kendaraan Bermotor
Kendaraan pada dasarnya dibuat untuk memenuhi salah satu dari kegunaan dasar angkutan, yaitu:
¾    Angkutan pribadi, adalah transportasi untuk masing-masing individu dan keluarga yang memiliki kedaran yang digunakan untu keperluan pribadi mereka; termasuk didalam kategori ini adalah kendaraan yang bukan milik pribadi tetapi digunakan secara pribadi, misalnya kendaraan perusahaan, kendaraan yang disediakan untuk pegawai pemerintah, dan bis pegawai.
¾    Angkutan umum, angkutan yang tersedia untuk umum yang membayar ongkos untuk menggunakan kendaraan tersebut. Angkutan umum dapat merupakan moda angkutan lain, khususnya angkutan jalan rel, dan juga angkutan air (ferry) dan angkutan udara.
¾    Ankutan barang, adalah untuk memuat segala jenis barang, dari yang kecil dan bernilai tinggi hinggi yang besar dan bersifat barang curah, dari makanan dan binatang hingga barang cair dan mineral, dsb.
·         Klasifikasi Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya
Kendaraan Bermotor yang beroperasi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu:
¾    Sepeda Motor, adalah setiap kendaraan bermotor yang berdua dua.
¾    Mobil Penumpang, yaitu kendaraan bermotor yang semata-mata diperlengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudinya, baik dengan atau tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
¾    Mobil Bus, adalah kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan barang.
¾    Mobil Barang, adalah kendaraan bermotor selain dari ada yang termasuk dalam definisi mobil penumpang, mobil bus, dan selain kendaraan bermotor beroda dua.
¾    Mobil Kendaraan Khusus, adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang yang digunakan untuk keperluan khusus atau mengangkut muatan khusus.
·         Pembagian Kendaraan Bermotor Menurut Berat Dan Dimensinya Pembagian kendaraan bermotor berdasarkan panjang Maksimum yang diizinkan oleh pemerintah untuk setiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:

¾    Mobil Bis : 12 m
¾    Mobil Barang tanpa kereta gandengan : 9 m
¾    Mobil Barang dengan kereta gandengan : 16,5 m
¾    Mobil Barang dengan kereta tempelan : 15,5 m
¾    Mobil Penumpang : 6 m
·         Ketentuan dan peraturan panajng muatan menjorok, lebar dan tinggi yang diizinkan adalah sebagai berikut :
¾    Kebelakang tidak boleh melebihi 2 meter dari sisi belakang kendaraan.
¾     Kedepan tidak boleh melampaui kaca depan.
¾     Lebar maksimal 2,5 m dan Tinggi maksimal 3,5 m.
·         Ketentuan dan peraturan panjang muatan menjorok, lebar dan tinggi yang diizinkan adalah sebagai berikut :
¾    Kebelakang tidak boleh melebihi 2 meter dari sisi belakang kendaraan.
¾    Kedepan tidak boleh melampaui kaca depan.
¾    Lebar maksimal 2,5 m dan Tinggi maksimal 3,5 m
·         Untuk panjang rangkaian kendaraan penarik (tractor Head) dan kereta tempelan maksimum adalah 17,5 meter, lebar kendaraan maksimum 2,5 meter dan tinggi maksimum 4 meter.
c.  Pelengkap Jalan
·         Marka Jalan
Menurut Setijowarno dan Frazila (2001) Marka Jalan (road marking) adalah suatu tanda di atas permukaan dan bahu jalan yang terdiri dari garis berbentuk memanjang (membujur) dan melintang termasuk symbol, huruf, angka atau tanda-tanda lainnya, kecuali rambu dan lampu lalu lintas. Marka jalan berfungsi mengatur, mengarahkan, dan menyalurkan lalu lintas kendaraan ataupun untuk memperingatkan atau menuntun pemakai jalan.isong satu atau beberapa memotu at melintang
Bentuk marka jalan sebagaimana dimaksud dalam pengertian marka jalan adalah sebagai berikut:
·         Marka membujur atau memanjang yaitu marka yang terdiri dari garis memanjang kearah gerak lalu lintas yang berupa garis penuh (uth) dan garis putus-putus
·         Marka melintang yang terdiri dari garis melintang atau memotong satu atau beberapa jalur lalu lintas yang dapat berupa garis penuh dan atau putus-putus.
·         Marka bentuk lain seperti panah, garis sejajar atau seorang, atau tulisan yang boleh digunakan untuk mengulangi petunjuk yang diberikan oleh rambu atau untuk menyampaikan pemberitahuan kepada pemakain jalan yang dapat dijelaskan dengan sempurna oleh rambu.
Fungsi utama dari adanya marka jalan adalah:
1)    meningkatkan keselamatan lalu lintas,
2)    menghindarkan atau mengurangi kemacetan,
3)    menunjukkan arah
4)    mendukung pola kebijaksanaan pengendalian (sirkulasi) arus lalu lintas.
Marka jalan menurut bentuknya:
a) Garis putus-putus.
b) Garus penuh.
c) Tempat penyeberangan jalan (zebra cross) pada lokasi.
d) Chevron yang dipasang di daerah sebelum dan atau sesudah adanya penghalang yang berfungsi sebagai pengaruh lalu lintas.
e) Marka pada pulau pada persimpangan dipasang sebagai pengarah kendaraan yang berbelok sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas.
f) Garis larangan berhenti.
g) Marka pengarah jalur. (Handayani, R. 2006)
d. Perparkiran
Ketiadaan pelataran parkir di kawasa tertentu dalam kota sudah pasti berakibat berkurangnya lebar jalan di tempat tersebut. Kendaraan diparkir di pinggir jalan, naik ke bahu jalan, atau menyerobot sebagian kaki lima (trotoar) sehingga jelas mengurangi daya tampung jalan tersebut. Kesulitannya, makin besar jumlah kendaraan, makin besar pula kebutuhan akan pelataran parkir. Sebagai gambaran, dengan hanya memarkir tiga kendaraan pada suatu ruas jalan sepanjang 1 km sudah berarti mengurangi lebar jalan yang semula 5,5 m menjadi 4,6 m.
Luas yang dibutuhkan untuk pelataran parkir bergantung pada dua hal pokok, yaitu ukuran kendaraan yang diperkirakan parkir dan sudut parkir. Sudut parkir yang umumnya digunakan adalah 0
°, 30°, 45°, 60° dan 90°.
gambar 2.1
kedudukan parkir
Sumber : Suwardjoko Warpani, 2004
4. Tingkat Kelayakan/Pelayanan Jalan Raya
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas di perkotaan yang pesat, tuntutan penyediaan akan prasarana pendukung juga semakin tinggi dan kompleks. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari permintaan akan pelayanan yang tinggi. Namun demikian, seringkali terjadi pertumbuhan permintaan yang tidak seimbang dengan kemampuan penyediaan akan prasarana yang dibutuhkan sehingga seringkali terjadi penggunaan prasarana ‘melebihi’ kapasitas. Kelebihan permintaan sebagai akibat adanya perkembangan aktivitas tersebut menyebabkan pemerintah sebagai pihak yang mengadakan prasarana pendukung, menanggung dampak biaya bagi pengadaan atau peningkatan kapasitas prasarana tersebut. Sehubungan dengan hal itu, maka pembiayaan akan dampak yang diakibatkan oleh suatu kegiatan dapat dibebankan kepada pihak yang menjadi penyebab langsung dampak tersebut. Hal ini sesuai dengan Coase Theorem yang menyatakan bahwa suatu negosiasi dapat saja dilakukan oleh pihak pemerintah dalam upaya menanganai masalah eksternalitas yang disebabkan langsung oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sebagai gambaran dari hal tersebut dapat dijelaskan dengan sebuah contoh sederhana berikut. Suatu ruas jalan di bagian wilayah kota memiliki kapasitas 4500 smp/jam. Ketika jalan tersebut baru saja didirikan/diperbaharui volume lalu lintas yang melewati jalan tersebut pada jam puncak mencapai 3000 smp/jam. Derajat pelayanan jalan tersebut berada pada tingkat yang tinggi (rasio V/C = 0,67). Dengan adanya pembangunan perumahan yang hampir seluruhnya memiliki akses langsung ke jalan tersebut pada satu rentang waktu mengakibatkan tambahan pergerakan/bangkitan menjadi 3900 smp/jam. Di sini terjadi penurunan derajat pelayanan jalan dengan rasio V/C = 0,87. Pada tingkat pelayanan ini mulai dirasakan adanya hambatan dalam perjalanan. Pada rentang waktu berikutnya, terjadi perkembangan guna lahan perumahan yang cukup pesat dan menambah bangkitan perjalanan dari guna lahan tersebut sehingga volume lalu lintas pada waktu puncak bertambah menjadi 4550 smp/jam dan rasio V/C = 1,01. Dalam keadaan ini kapasitas pelayanan jalan telah terlampaui sebagai akibat adanya tambahan volume lalu lintas yang dibangkitkan guna lahan tersebut. Kondisi yang terakhir ini menunjukan kemacetan lalu lintas, dalam hal ini pihak terakhirlah (pengembang perumahan) yang dapat dikenai biaya dampak kemacetan lalu lintas. Dalam menunjang upaya pemerintah mengusahakan prasarana jalan bagi masyarakat, dapat pula dilibatkan pihak swasta. Tentunya, prasarana yang dimaksudkan diatas selain memberikan keuntungan sosial harus pula memberikan keuntungan ekonomi.
Meskipun suatu barang dan jasa publik dialihkan pengadaanya kepada pihak swasta yang berkepentingan langsung terhadapnya, sifat dan klasifikasi barang dan jasa tersebut tetap digolongkan kepada barang dan jasa publik. Pihak swasta hanya dapat diikutsertakan dalam hal pengadaan, pengopersian, dan pemeliharaan tahap awal, untuk selanjutnya dialihkan kepada pihak pemerintah daerah.
5. Kapasitas Lalu-lintas
Menurut (Suryadharma, 1999) kapasitas jalan adalah kemampuan suatu jalan yang menerima beban lalu lintas atau jumlah kendaraan maksimal yang dapat melewati suatu penampang melintang jalan pada jalur jalan selama satu jam dengan kondisi serta arus lalu lintas saat tertentu.
Kapasitas jalan terdiri dari tiga golongan, yaitu:
a)      Kapasitas dasar, adalah kapasitas jalan dalam kondisi ideal.
b)      Kapasitas rencana, adalah kapasitas yang digunakan untuk perencanaan.
c)      Kapasitas yang mungkin dengan memperhatikan terciptanya percepatan dan perlambatan (Suryadharma, 1999).
d)      Kapasitas lalu lintas, dalam hal ini kapasitas jalan, bergantung pada kondisi yang ada. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya:
a) Sifat fisik jalan (seperti lebar jalan, jumlah dan tipe persimpangan, permukaan jalan, dan lain-lain).
(Handayani,R. 2006)
b) Komposisi lalu lintas dan kemampuan kendaraan (seperti proporsi berbagai jenis kendaraan).


6. Volume Lalu Lintas
Menurut (Hobbs, 1995) volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui satu titik pengamatan selama periode waktu tertentu atau sebuah peubah (variabel) yang sangat penting pada teknik lalu lintas, yang pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan persatuan waktu pada lokasi tertentu. Menurut (Warpani, 1990) volume lalu lintas yang terjadi pada kawasan perkotaan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah bangkitan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh suatu zona atau daerah persatuan waktu. Jumlah lalu lintas tergantung pada kegiatan kota, karena adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dan mengangkut barang kebutuhan.  

7. Rekayasa Manajemen Lalu-Lintas
·         Rekayasa dan manajemen lalu lintas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Beberapa cara untuk melakukan hal tersebut diantaranya adalah:
·         Perbaikan Sistem Lampu Lalu Lintas dan Jaringan Jalan
Penerapan manajemen transportasi, antar lain denagn mengeluarkan kebijakan perparkiran, perbaikan fasilitas pejalan kaki, dan jalur khusus bus. Semua hal tersebut memerlukan berbagai pertimbangan. Hal yang lebih diutamakan adalah pada kemungkinan membatasi kebutuhan akan transportasi dengan beberapa metoda yang dikenal dengan pembatasan lalu lintas. Perlunya pembatasan lalu lintas terhadap penggunaan kendaraan pribadi yang telah diterima oleh para pakar tranportasi sebagai hal yang penting dalam menanggulangi masalah kemacetan di daerah perkotaan.
¾    Kebijakan Perparkiran
Parkir didefinisikan sebagai tempat khusus bagi kendaraan untuk berhenti demi keselamatan. Ruang lain dapat digunakan untuk ruang parkir. Parkir mempunyai tujuan yang baik dan akses yang mudah. Jika parkir terlalu jauh dari tujuan, orang akan beralih ke tempat lain. Oleh karena itu tujuan utama adalah agar lokasi parkir sedekat mungkin dengan tujuan perjalanan.
Kebijakan perparkiran dilakukan untuk meningkatkan kapasitas jalan yang sudah ada. Penggunaan jalan sebagai tempat parkir jelas memperkecil kapasitas jalan tersebut karena sebagian besar lebar badan jalan digunakan sebagai tempat parkir. Penggunaan parkir yang tidak baik cenderung merupakan penyebab kemacetan karena antrian kendaraan yang menunggu tempat kosong justru menghambat pergerakan lalu lintas.
Kebijakan parkir bukan di badan jalan seperti pembangunan bangunan tempat parkir atau membatasi tempat parkir jelas merupakan jawaban yang sangat tepat karena sejalan dengan usaha mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan mengalihkan penumpang dari angkutan pribadi ke angkutan umum. Pengalihan badan jalan yang pada mulanya digunakan sebagi tempat parkir menjadi lajur khusus bus juga merupakan jawaban yang sangat tepat. Kebijakan parkir juga menentukan metoda pengontrolan dan pengaturannya. Pelaksanaan pengaturan parkir telah sering dilakukan sejak tahun 1960-an, yang biasanya meliputi:
a.    Pembatasan tempat parkir di badan jalan.
b.    Merencanakan tempat parkir di luar daerah, seperti park-and-ride.
c.    Pengatuaran biaya parkir, dan denda yang sangat tinggi terhadap pelanggar parkir.
¾    Prioritas Angkutan Umum Angkutan umum menggunakan prasarana lebih efisien dibandingkan dengan kendaraan pribadi, terutama pada waktu sibuk. Terdapat dua jenis ukuran agar pelayanan angkutan umum lebih baik: a) Perbaikan operasi pelayanan, frekuensi, kecepatan dan kenyamanan.
Perbaikan sarana penunjang jalan, seperti:
·         Penentuan lokasi dan desain tempat pemberhentian dan terminal yang baik, terutama dengan adanya moda transportasi yang berbeda-beda seperti antara transportasi antar kota dan transportasi perkotaan.
·         Pemberian prioritas yang lebih tinggi pada angkutan umum. Teknik yang sering digunakan adalah prioritas bus, lampu lalu lintas, tempat pemberhentian taksi dan lain-lain.
Untuk merangsang agar masyarakat menggunakan angkutan umum, hal utama yang perlu diperhatikan adalah pejalan kaki. Perjalanan dengan angkutan umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki. Jadi jika fasilitas pejalan kaki tidak disediakan dengan baik, masyarakat tidak akan pernah menggunakan angkutan umum. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah fasilitas, kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki.


















BAB III
PEMBAHASAN

a.    Strategi Dan Pembahasan
MANAJEMEN KEBUTUHAN TRANSPORTASI (TRANSPORT DEMAND  MANAGEMENT)
Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang ada maka sangatlah layak untuk di terapkan Manajemen Kebutuhan Transportasi (TDM).
Manajemen kebutuhan transportasi merupakan serangkaian strategi yang mempunyai tujuanuntuk merubah kebiasaan melakukan perjalanan (bagaimana, kapan dan dimana masyarakatmelakukan perjalanan) dalam kaitannya untuk meningkatkan efisiensi sistem transportasi danmencapai tujuan perencanaan spesifik. Strategi TDM saat ini mulai luas penggunaannya untuk memecahkan berbagai masalah.Seseorang dapat melakukan belasan perjalanan lebih dari rumah setiap minggunya-untuk kepentingan bekerja, berbelanja, berbagai kegiatan sosial dan rekreasi.
Banyak dari perjalanan ini sangat fleksibel dalam kaitannya dengan waktu, moda perjalanan serta tujuan perjalan itusendiri. Sebagai contoh, banyak komuter akan beragam dalam memilih waktu dan bagaimanamereka pergi untuk bekerja atau sekolah. Sama halnya dengan kegiatan memenuhi kebutuhan hidup (belanja) yang dapat dilakukan dalam bermacam cara seperti berjalan atau bersepeda pasar lokal, memakai mobil pribadi menuju pusat perbelanjaan di pusat kota ataupun melakukan perjalanan ke berbagai tempat tujuan dengan menggunakan bermacam mode kendaraan bermotor.
Aktivitas rekreasi juga mempunyai bermacam pilihan perjalanan seperti menggunakankan kendaraan pribadi untuk berlatih di fitness centre dsb. Banyak faktor yang akan mempengaruhi pilihan masyarakat dalam melakukan perjalanan diantaranya termasuk kenyamanan dan keamanan berbagai jenis moda perjalanan (seperti kenyamanan fasilitas pejalankaki, keamana di angkutan umum), biaya (ongkos angkutan umum, biaya parkir), faktor gunalahan (ketersediaan sarana pendikdikan, pusat perbelanjaan di lingkungan permukiman).Strategi-strategi manajemen kebutuhan transportasi akan mempengaruhi faktor-faktor tersebutuntuk mendorong pola perjalanan yang lebih efisien, seperti perubahan atau pergantian dari periode sibuk ke periode tidak sibuk (offpeak) , perubahan dari kendaraan pribadi ke berbagaialternatif moda, dari tujuan yang tersebar ke tujuan perjalanan yang lebih dekat.Terdapat sejumlah strategi dari manajemen kebutuhan transportasi yang menggunakan berbagai pendekatan untuk mempengaruhi keputusan dan perilaku dalam melakukan perjalanan.
 Beberapa strategi mempunyai tujuan untuk meningkatkan pilihan transportasi yang ada, beberapa strategimenyediakan insentif untuk merubah moda yang dipakai, waktu atau tujuan; sementara strategilain meningkatkan aksesibilitas guna lahan; strategi lainnya menitikberatkan pada reformasikebijakan transportasi dan program-program baru sebagai dasar dalam penerapan TDM.Beberapa lingkup MKT diantaranya termasuk :
·         Peningkatkan perencanaan elemen-elemen infrastuktur transportasi yang berbasiskan pejalan kaki, seperti penyebrangan jalan, jalur pejalan kaki dll.
·         Peningkatan infrastruktur transportasi umum, seperti Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM), prioritisasi angkutan umum (busway)
·         Fasilitas dan lingkungan yang ramah lingkungan seperti sepeda (bicycle-friendly).
·         Subsidi ongkos angkutan umum bagi pekerja
·         Flexible working hour bagi pekerja, untuk mengurangi kemacetan pada jam-jam sibuk 
·         Biaya penggunaan jalan saat jam-jam sibuk (road pricing)
Pilihan strategi-strategi dalam manajemen kebutuhan transportasi ditampilkan pada table.
Strategi
Metode

Teknik
Peningkatan pemanfaatan aset

Penyebaran puncak lalu lintas

Pentaapan Jam kerja Jam kerja
Jam kerja fleksible
Perubahan hari kerja
Pembedaan biaya parkir
Pembedaan ketersediaan tempat parkir
Peningkatan Okupansi Kendaraan
Rides haring (Nebeng)
Jemputan (Car-pooling)
Prioritasi kendaran berokupansi tinggi (HighOcupancy Vehicle)
Prioritas Parkir
P ark and Ride
Batas Fisik

Pembatasan Area
Pemilihan area lalu lintasIjin area (Area Licences)
Pembatasan Ruas

Batasan akses
Pengaturan lampu lalu lintas
Pengurangan kapasitas
Prioritas angkutan umum
Pembatasan Parkir
Batasan ruang parkir
Control akses parkir
Pengenaan biaya
Biaya Jalan (Road
Pricing)

Toll
Biaya masuk area (areacharging)
Biaya kemacetan (congestion charging)
Pembatasan Ruas

Prioritas Jangka pendek
Biaya masuk tinggi
Pembatasan Parkir

Penerapan pajak bahan bakar
Penerapan pajak parkir
Perubahan aspek sosial
Bentuk  Perkotaan
Kota yang kompak
Pengembangen kota yange fisien
Perilaku sosial
Kesadaran dan informasi masyarakat
Perubahan
teknis Substitusi kominikasi Pengembangan system transportasi
Sumber : Luk (1992)
strategies.Langkah-langkah dalam penerapan manajemen  kebutuhan transportasi dijelaskan pada bagan dibawah ini.

 

















b.  Keputusan
            Dengan melihat hasil strategi dan pembahasan diatas maka perlu adanya keputusan untuk menanggulangi permasalahan transportasi secara efektif dan efisien serta berkelanjutan. Adapun keputusan yang diambil yaitu:

MANAJEMEN KEBUTUHAN TRANSPORTASI (TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT)
Sehingga permasalahan-permasalah transportasi dapat diminamalisir keberadaanya yang  dimulai sejak awal tingginya kepemilikan moda angkutan pribadi dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas oleh sebagian pengendara angkutan umum.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ada tiga hal penting yang dapat disimpulkan yang kemudian  bisa dijadikan sebagai substasnsi permasalahan maupun untuk tujuan pencapaian kita bersama. Untuk pemecahan solusi berbagai masalah pelayanan transportasi adalah:. Pertama, perencanaan dan implementasi serta evaluasi kebijakan yang berbasis partisipasi masyarakat luas. Kedua, sustainable effort  dalam upaya membangun kesadaran publik dalam penggunaan jalan secara bermartabat dan beradab. Ketiga, penegakan aturan hukum secara berkeadilan, transparan dan tegas. Dengan tercapainya ketiga point diatas maka setiap kebijakan dalam bentuk apapun akan tercapai termasuk kebijakan mengenai “MANAJEMEN KEBUTUHAN TRANSPORTASI (TRANSPORT DEMAND MANAGEMENT)atau sering disebut TDM untuk system pelayanan transportasi perkotaan.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar